Jumat, 14 Oktober 2011

Ada Doa Di Sajadah Cinta


Penat dan pekat kalau sudah membicarakan masalah munakahat (marriage). Apa yang sebenarnya aku cari setelah 23 tahun dinyatakan bebas dari arahan kedua orangtuaku. Bukan mencari bongkahan emas atau bahkan berlian. Hanya mencari kepastian dan kesederhanaan. Tak lebih tak kurang.

Tapi, masih adakah kedua hal itu di bumi ini, certainty and modesty? Jadi teringat sebuah hadis, perempuan yang baik diciptakan untuk laki-laki yang baik pula, atau bahkan sebaliknya. Banyak sosok yang aku dambakan, tapi hanya beberapa yang masuk dalam cengkeraman. Hingga kuputuskan untuk terus berdoa dan tetap menantinya. Meskipun seringkali desakan orangtua menghampiriku. Namun itu bukanlah suatu keharusan. Mengingat aku dilahirkan untuk mencari yang terbaik dari apa yang Tuhan berikan untukku. Kugelar sajadah cinta dan keluarlah sebait doa untuk-Nya.

“Ya Tuhan…aku tahu, aku hanya sekecil kutu, setipis lembaran kain, sekotor debu di padang pasir.”
“Ya Tuhan, belum cukupkah bagi-Mu menemani aku dengan begitu banyak cobaan bahkan ujian? Tak cukup pula kah bagi-Mu memisahkan aku dengan pasanganku?”
“Ya Tuhan, sejujurnya, aku tak kuasa lagi menahan siksa ini selama 7 tahun menantinya.”
“Perlukah aku menunggunya hingga putihnya rambutku, perlukah aku menantinya hingga keriputnya wajahku, lantas perlu pula kah aku menunggu kepastian yang tak berujung ini?”
“Aku tak butuh harta atau bahkan tahta.”
“Yang kubutuhkan hanya kepastian dan kesederhanaan.”
“Tuhan, mungkin ini doa terakhirku menjelang akhir umurku di 24.”
“Semoga Engkau melihat, mendengar, dan mengabulkan doaku di Jumat yang berkah ini.”
Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar