Jumat, 14 Oktober 2011

Dendam Nyi Iteung ….



            06:19
            Terngiang jelas obrolan kami semalam. Berat rasanya ketika aku berulang kali membaca perkataannya. “Kok bisa ya? Padahal nggak direspons. Kok masih keukeuh maksa ya? Please deh….” batinku. Bergegas kulirik Si Andro, dan menuliskan pesan singkat yang kutujukan pada salah satu nomor.

            Mau nomornya si X ga? Kasihan banget sih nggak direspons. J

Menunggu dan menunggu kalau-kalau pesanku akan dibalas olehnya. Tak sadar bahwa jarum jam sudah tepat berada di angka 00:00. Sayang, hanya ada miscall sebanyak 21 kali dari sahabat lelakiku. Dan pesan singkat dari teman lamaku yang sekadar menanyakan kabar dan di mana kini aku bekerja. Sepertinya aku belum mau untuk merespons pesan singkat itu.
Aku terpaku lugu di depan mini Toshiba di keheningan malam itu sembari memperhatikan beberapa status yang ditulis oleh para teman di facebook. Kubolak-balik novel “Pride and Prejudice” yang dengan setia terhampar di bed-ku. Tak bosan-bosannya aku membaca buku itu, dan memandangi kavernya dengan setia. Seolah akulah tokoh utama dalam buku itu. J
Jarum jam terus berputar, hingga aku juga belum terlelap. Adzan subuh pun berkumandang, tapi tetap mata ini belum juga menutup. Rasanya tak sabar ingin menjemput matahari pagi di belakang rumah. Namun,  seketika aku teringat akan dirinya. Teringat akan peristiwa yang terjadi beberapa tahun lalu saat ia terlalu baik untukku. Semua ia ajarkan kepadaku. Tapi kini semuanya sirna, ya….seperti lirik sebuah lagu dangdut.
Kau yang mulai, kau yang mengakhiri. Kau yang berjanji, kau yang mengingkari.
Sungguh tak rela melepasnya, tapi apa boleh buat. Selamanya aku tak bisa seperti ini. Usia yang bertambah semakin membuatku berpikir akan kehidupanku sendiri. Aku memang jarang untuk memikirkan tentang diriku sendiri. Ya, aku lebih banyak sibuk mengurusi keluargaku, Ayah, Ibu juga si Bungsu.
Mungkin jika peristiwa seperti sekarang ini tak terjadi pada diriku, aku tak akan pernah tahu siapa dia sesungguhnya. Cerita tentangnya memang baru sebagian ada di buku pertamaku yang diterbitkan oleh sebuah penerbit di Demak. Mungkin itu akan menjadi saksi serta kenangan antara dia denganku tanpa ada yang tahu tentang kami berdua. Mungkin jika kutuangkan ke dalam sebuah novel, pasti akan bestseller. Ya, wanita mana yang ingin selalu terus dibohongi dan dinilai penampilannya setiap kali bertemu. Masya Allah, “Sesungguhnya perbanyaklah bersyukur akan nikmat-Ku.”
Kucoba mengakhiri semuanya. Hingga aku tak mau lagi bersentuhan dengannya. Aku lelah dengan semua permainannya. Aku lelah dengan semua perkataan manisnya. Dan juga aku lelah untuk terus menaruhnya di barisan paling depan dan paling dalam di hatiku.
Namun, tepat pukul 06:19 seketika aku teringat dirinya. Meluncurlah sebuah pesan singkat untuknya.
“Gue udah gk ganggu lo lg, pls jgn ganggu temen fb gw. Liat aja klo sampe tmn lakinya tmn gw sms keg w. Bakal gw ksh no lo biar lo diacak-acak.”
“Lo jealous ya?”
“Ga, Cuma heran aja. Kok bisa ya kirim inbox, padahal nggak direspons?” Temen-temen fb gw gk akan mudah buat diprovokasi apalagi ttg gw.”
“SEMUA TEMEN-TEMEN LO UDAH JADI TEMEN-TEMEN GW, KRN GUE PUNYA AKUN BEDA. Bukan gw nanya kalo kayak gitu aja gak bisa.”
Ya Tuhan, ...
Aku terdiam lemah, tak berdaya seketika. Nafasku seperti diujung tanduk. Rasanya aku ingin melemparnya dengan tumpukan semen yang ada di belakang rumah, hingga ia mati terkapar. Sayang, itu tak mungkin. Aku bukan Tuhan, aku juga tak punya kantong ajaib. Aku hanya wanita biasa. Aku lemah seperti wanita lainnya.

07:48
Nada sms yang dipakai di soundtrack film “3 Idiots” pun berbunyi nyaring. Kubuka dan kubaca.
“Aduh udah deh aku gak mo dipusingin soal bocah ALAY itu. Klopun dia toh ternyata slama ini udh temenan sm aku tnpa aku sadari. Emg apa sih yg kamu takutin?”
“Ya Tuhan, kamu bukan aku dan kamu gak ngalamin apa yg aku alamin,” batinku
Ingin rasanya menjerit, berteriak sekencang-kencangnya. Tapi, semakin aku tak menahan emosi ini, maka setan yang ada dalam diriku akan semakin berpesta ria melihat kekalahanku sebagai seorang wanita. Tak akan kubiarkan setan mengendalikan emosiku.
“Kamu bukan aku sih, jadi kamu gak ngerti apa yang aku rasain. A udah, lupain aja.”
Berakhirlah obrolan singkat via sms dengan salah seorang sahabat. Rasa mual dan mulas mengaduk-aduk perutku yang memang kata dokter aku tak boleh makan pedas, terlalu lelah atau banyak pikiran. Tapi, sikon seperti inilah, sikon antara Dia denganku yang selalu tak berujung membuat berat badanku semakin menyusut saja dari hari ke hari.
“As if someday we meet together at a special place. Preparing myself with gun to shoot him. And the case will close forever.”






Tidak ada komentar:

Posting Komentar